Ibu, suatu panggilan yang tak pernah dilupakan anak. Ibu adalah pendidik anaknya, maka tak heran jika Indonesia menyebutnya sebagai pendidik bangsa. Karena Ibu adalah guru pertama yang paling utama bagi anak dimasa pertumbuhannya dan ibu adalah orang terdekat bagi anak. Maka wajar jika anak lebih dekat kepada ibunya ketimbang ayah. Karena ayah lebih sering keluar rumah untuk mencari nafkah. Sementara fungsi utama ibu adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Ayah pergi kerja untuk mencari nafkah dan ibu mendidik anak sambil mengurus rumah. Inilah gamabaran ideal keluarga sakinah, namun hal ini sudah jarang didapati di rumah-rumah di wilayah perkotaan. Tapi tidak heran jika fenomena ibu ikut bekerja mengikuti ayah terdapat di wilayah kabupaten. Namun, karena minimnya lapangan pekerjaan diwilayah kabupaten banyak ibu pergi ke kota-kota besar untuk mencari kerja, bahkan banyak diantara mereka nekat untuk pergi ke luar negeri. Tak heran, di Indramayu muncul istilah “Sembok lunga kerja, Mamang kawin maning”.
Sungguh ironis, ibu meninggalkan kewajiban mengurus rumah tangga dan mendidik anak dan ayah menggantikan peran ibu di rumah bahkan ongkang-ongkang kaki sambil menunggu kiriman uang dari sang istri. Inilah potret buram keluarga di era kapitalisme, dimana orang berbondong-bondong mencari uang untuk menghidupi kebutuhan yang serba mahal ditambah pemerintah yang tidak memihak rakyat yang setiap hari kerjanya hanya menjual saham BUMN yang notabene milik rakyat, jika kurang dana maka menambah hutang ke Bank Dunia. Tidak dipungkiri bahwa yang paling berpengaruh saat ini adalah paham femenisme atau kesetaraan gender yang ter-doktrin dibenak ibu-ibu modern saat ini. Dalihnya adalah untuk memajukan perempuan. Perempuan harus mampu mandiri, ia harus berdiri tegak di atas kakinya sendiri, ia harus bebas menentukan sikap dan hidupnya apapun kondisi yang akan dihadapi bahkan mereka bebas untuk menentukan mau hamil atau tidak dalam urusan rumah tangganya. Namun pada faktanya, keterkungkungan, kimiskinan, kekerasan, dan ketertindasan justru dialami perempuan. Mereka berpendapat, hal ini terjadi karena ketidakadilan perlakuan terhadap perempuan, baik di dalam keluarga maupun Negara. Dalam pandangan mereka, penyebab utama keterkungkungan perempuan ini adalah pemberlakuan tatanan kehidupan patriarkis yang sebagian besarnya merugikan kaum perempuan dan menjadikan kaum perempuan ‘tidak berdaya’.
Tidak menjadi fenomena yang ‘wah’ untuk kasus gugat cerai yang angkanya tiap tahun semakin bertambah di Surabaya mencapai 80%, Makassar 75%, Semarang dan Medan 70%, kemudian Bandung dan Jakarta 60% (Data Departemen Agama 2009). Menurut Departemen Agama, tingginya permintaan gugat cerai istri terhadap suami tersebut diduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah keblablasan. Di Indramayu sendiri, menurut Data Pengadilan Agama tahun 2008 bulan Juni terdapat 359 kasus. Maka tidak heran, perempuan Indramayu terkenal dengan istilah RCTI (Rangda Cilik Turunan Indramayu).
Dimanakah ibu sekarang? Perginya ibu bekerja membuat anak tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh, timbulah masalah-masalah baru. Runtuhnya struktur keluarga, meningkatnya angka perceraian, meningkatnya kasus penelantaran anak, fenomena Un-wed dan no-mar, merebaknya free sex, meningkatnya kasus aborsi, dilema wanita karir, sindrom Cinderella complex, eksploitasi perempuan, pelecehan seksual, anak-anak bermasalah, dan yang baru-baru ini kasusnya mencuat adalah penyiksaan terhadap TKI. Ibu, engkaulah pembentuk putra-putrimu menjadi generasi khoiru ummah (generasi terbaik) yang soleh,dan soleha. Oleh karena itu, mubah saja ibu pergi bekerja membantu ayah. Namun jangan tinggalkan peranmu sebagai pengatur rumah tangga dan mengurus anak dalam bimbingan suami. Tinggalkan paham feminisme-mu dalam benak, karena kesetaraan gender hanya menghantarkan kaum perempuan pada kehancuran. Tinggalkan sistem kapitalis yang sudah bobrok ini. beralihlah ke sistem buatan Allah, yaitu dengan menerapkan syariah Islam dalam naungan Daulah Khilafah.
Sungguh ironis, ibu meninggalkan kewajiban mengurus rumah tangga dan mendidik anak dan ayah menggantikan peran ibu di rumah bahkan ongkang-ongkang kaki sambil menunggu kiriman uang dari sang istri. Inilah potret buram keluarga di era kapitalisme, dimana orang berbondong-bondong mencari uang untuk menghidupi kebutuhan yang serba mahal ditambah pemerintah yang tidak memihak rakyat yang setiap hari kerjanya hanya menjual saham BUMN yang notabene milik rakyat, jika kurang dana maka menambah hutang ke Bank Dunia. Tidak dipungkiri bahwa yang paling berpengaruh saat ini adalah paham femenisme atau kesetaraan gender yang ter-doktrin dibenak ibu-ibu modern saat ini. Dalihnya adalah untuk memajukan perempuan. Perempuan harus mampu mandiri, ia harus berdiri tegak di atas kakinya sendiri, ia harus bebas menentukan sikap dan hidupnya apapun kondisi yang akan dihadapi bahkan mereka bebas untuk menentukan mau hamil atau tidak dalam urusan rumah tangganya. Namun pada faktanya, keterkungkungan, kimiskinan, kekerasan, dan ketertindasan justru dialami perempuan. Mereka berpendapat, hal ini terjadi karena ketidakadilan perlakuan terhadap perempuan, baik di dalam keluarga maupun Negara. Dalam pandangan mereka, penyebab utama keterkungkungan perempuan ini adalah pemberlakuan tatanan kehidupan patriarkis yang sebagian besarnya merugikan kaum perempuan dan menjadikan kaum perempuan ‘tidak berdaya’.
Tidak menjadi fenomena yang ‘wah’ untuk kasus gugat cerai yang angkanya tiap tahun semakin bertambah di Surabaya mencapai 80%, Makassar 75%, Semarang dan Medan 70%, kemudian Bandung dan Jakarta 60% (Data Departemen Agama 2009). Menurut Departemen Agama, tingginya permintaan gugat cerai istri terhadap suami tersebut diduga karena kaum perempuan merasa mempunyai hak yang sama dengan lelaki, atau akibat globalisasi sekarang ini, atau kaum perempuan sudah keblablasan. Di Indramayu sendiri, menurut Data Pengadilan Agama tahun 2008 bulan Juni terdapat 359 kasus. Maka tidak heran, perempuan Indramayu terkenal dengan istilah RCTI (Rangda Cilik Turunan Indramayu).
Dimanakah ibu sekarang? Perginya ibu bekerja membuat anak tidak mendapatkan kasih sayang yang utuh, timbulah masalah-masalah baru. Runtuhnya struktur keluarga, meningkatnya angka perceraian, meningkatnya kasus penelantaran anak, fenomena Un-wed dan no-mar, merebaknya free sex, meningkatnya kasus aborsi, dilema wanita karir, sindrom Cinderella complex, eksploitasi perempuan, pelecehan seksual, anak-anak bermasalah, dan yang baru-baru ini kasusnya mencuat adalah penyiksaan terhadap TKI. Ibu, engkaulah pembentuk putra-putrimu menjadi generasi khoiru ummah (generasi terbaik) yang soleh,dan soleha. Oleh karena itu, mubah saja ibu pergi bekerja membantu ayah. Namun jangan tinggalkan peranmu sebagai pengatur rumah tangga dan mengurus anak dalam bimbingan suami. Tinggalkan paham feminisme-mu dalam benak, karena kesetaraan gender hanya menghantarkan kaum perempuan pada kehancuran. Tinggalkan sistem kapitalis yang sudah bobrok ini. beralihlah ke sistem buatan Allah, yaitu dengan menerapkan syariah Islam dalam naungan Daulah Khilafah.
0 komentar on Dimanakah Ibu..?? :
Post a Comment and Don't Spam!
Sampaikan keluhan ,saran,atau pendapat tentang posting ini..