Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…” (QS al Imran : 185).
Diharapkan atau tidak, pada suatu hari semua orang akan kedatangan tamu : Malaikat Maut. Mungkin sebentar lagi, mungkin besok, mungkin bulan depan. Yang pasti, dia akan datang! Dia datang untuk mengumumkan keputusan Allah akan akhir hidup seseorang serta memisahkan nyawa dari raga. Sudah teramat sering orang melihat orang lain mati, tapi hanya sedikit yang meyakini bahwa dirinya pun suatu saat akan mati. Umar bin Khattab RA-seorang yang dikenal berwatak keras-pernah berucap, “Hari ini orang berkata, ‘Si X mati, si X mati!’ Akan datang waktunya orang berkata, ‘Si X mati!”
Kata Ibnu Umar RA, “Rasulullah SAW memegang pundakku dan bersabda,
‘Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan seorang musafir.”
Nabi SAW mengingatkan Ibu Umar dan tentu saja kita semua, bahwa tujuan akhir setiap Muslim adalah negeri akhirat, bukan dunia yang fana ini. Dunia dengan segala kesibukannya haruslah dipandang sebagain ruang transit. Berada sebentar di dalamnya, lalu melanjutkan lagi perjalanan ke tujuan akhir.
Lebih baik kita menyiapkan mati dari sekarang daripada terkaget-kaget saat Malaikat Maut datang pada hari sakaratul maut. Hari ketika seseorang ingin berteriak meminta tolong, tetapi tidak sanggup lagi. Saat roh dicabut dari setiap nadi dan setiap anggota badan, mati secara perlahan-lahan. Dua telapak kaki merasakan dingin, lalu rasa dingin itu menjalar ke betis dan paha, terus menjalar sampai ke tenggorokan. Selanjutnya pandangan mata menjadi tertutup dari dunia dan keluarganya.
Di saat sakaratul maut tiba itulah, pintu tobat akan tertutup rapat, sebagaimana sabda Nabi SAW
“Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba, selama dia belum sekarat”.
Kematian memang suatu peristiwa yang sungguh mengerikan. Karenanya, Syadad bin Aus pernah berkata, “Kematian itu adalah kengerian di dunia dan akhirat yang paling menyakitkan bagi seorang mukmin. Mati lebih mengerikan daripada digergaji, dipotong dengan gunting, dan direbus di dalam periuk. Seandainya mayit itu bisa kembali, lalu mengabarkan tentang kematian kepada penduduk dunia, mereka tidak akan bisa mengambil manfaat kehidupan dan tidak akan menikmati tidur.”
Abu Bakar RA pernah juga berkata,
“Siapa masuk ke kubur tanpa membawa bekal, seperti menyebrang laut tanpa perahu.”
Maksud Abu Bakar, setiap orang benar-benar meyakini akan datangnya hari kematian mestilah menyiapkan diri sebaik mungkin. Ulang tahun yang datang satu kali dalam satu tahun, harus dimaknai sebagai berkurangnya jatah umur, bukan malahan menyanyikanPanjang Umur dengan penuh rasa suka cita. Apanya yang panjang umur? Kalau jatah umur kita akan sama dengan umur Nabi (63 tahun), dan umur kita kini 40 tahun, maka cara menghitungnya bukan 40, 41, 42,… (seolah-olah akan hidup tanpa batas), tetapi : 63 – 40 = 23. Pada tahun depan, saat berulang tahun yang ke-41, hitungannya menjadi : 63 – 41 = 22. Jelas, hasilnya akan selalu berkurang : 23, 22, 21, 20, …., 0! Perlu diingat, hitungan itu benar jika jatah umur kita adalah 63 tahun. Bagaimana bila umur kita kurang dari 63? Ya, tentu saja deret menuju angka nol akan semakin cepat! Makin cepat ke kubur!
0 komentar on Refleksi arti kata “Ulang Tahun” :
Post a Comment and Don't Spam!
Sampaikan keluhan ,saran,atau pendapat tentang posting ini..